Hari demi hari dan jam pun terus berputar seperti matahari yang berputar pada porosnya nggak terasa waktunya akan tiba, sebentar lagi aku akan meninggalkan negri kinanah, negri para Anbiyah dan negri seribu menara, dimana pada tanggal 26 juni 2007,di hari dan tanggal itulah aku mulai melangkahkan kakiku dengan tekat dan niat yang pasti tapi entah mengapa perasaan ku salalu di imbangi dengan rasa senang dan sedih. Seneng karena bisa berjumpa lagi dengan keluarga, sanak family semuanya dan sedih karena meninggalkan temen-temen seperjuangan seolah-olah sudah menjadi keluargaku sendiri.
Waktu memang tidak selamanya abadi dan stagnan di satu titik. Ia mengalir mengikuti garis yang telah ditentukan oleh Sang sutradara semesta raya. Begitu pula pertemuan tidak selamanya kekal di satu titik, ia akan berganti dengan perpisahan. Ia ibaratnya sebuah lilin. Ia menghadirkan cahaya kedamaian dan kehangatan hingga akhirnya ia padam karena waktu. Lalu ia tergantikan dengan yang baru lalu padam dan kemudian tergantikan dengan yang baru lagi lalu padam dan seterusnya. Haruskah kita menyesal ketika menyalakan lilin itu dan menangis ketika ia padam? Haruskah kita menyesali sebuah pertemuan dan kemudian menangis karena perpisahan?
Pertemuan dan perpisahan yang tidak kunjung henti membentuk dinamika kehidupan. Tidak munasabah sekiranya tidak mahu berpisah, kerana berpisah itu tidak boleh tidak perlu ditempuh dalam perjalanan hidup. Kerana untuk setiap orang jalannya tidak sama. Malah perpisahan itulah yang menjadikan pertemuan lebih indah.
Karunia paling berarti yang diberikan Tuhan dalam hidup ini sesungguhnya bukanlah berupa harta benda, tapi kesempatan. Hidup tidak selamanya untuk ketawa.Juga bukan selamanya untuk menangis. Kegembiraan dan kesedihan silih berganti. Seperti juga perubahan musim yang berlaku, ada kalanya hujan berterusan hingga bumi dilanda banjir. Ada masanya panas memanjang hingga tanah menjadi kering kontang. Usah diratapi pada sebuah perpisahan tapi tangisilah pada sekelumit pertemuan kerana tanpa pertemuan tak akan wujud perpisahan. Mengertilah bahwa pertemuan tidak menjanjikan keriangan manakala perpisahan bukan beerti kita akan kecundang untuk selamanya. Oleh itu terimalah hakikat setiap pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan.
Kemahuan itu tidak dapat dibendung, keinginan itu tidak pantas dipujuk. Mulut mudah berkata tapi hati naluri payah menerima. Orang hanya tahu memujuk untuk mententeramkan kita tapi orang tidak tahu perasaan sebenar kita. Hanya orang yang mengalami yang mengerti. Tapi hidup memang untuk orang lain. Kalau tidak dapat menghiburkan hati sendiri, sekurang-kurangnya dapat menghiburkan hati orang lain. Tugas menyebabkan kita melaksanakan sesuatu dengan baik tapi cinta menyebabkan kita melakukan sesuatu dengan baik. Hidup yang bergantung kepada perasaan semata-mata seperti berpaut pada dahan yang reput.
Antara selamat jalan dan selamat tinggal, kedua-duanya melatari perpisahan. Adanya pertemuan bererti ada juga harganya iaitu perpisahan. Dan paling indah, paling bererti, jika manisnya pertemuan dan pahitnya perpisahan itu disandarkan kepada maksud yang paling suci, kerana Allah Yang Maha Tinggi.
Semoga Allah selalu mempermudahkan Hamba-hambanya dalam setiap tikungan dan jalan yang di tempuh untuk menuju dinamika yang baek.Amien ya rabbal a'alamin
0 comments